Rabu, 20 Januari 2016

Hikayat Bunga Kemuning

Dahulu ada seorang raja yang dikenal sangat bijaksana. Ia memiliki sepuluh orang Putri yang cantik. Kesepuluh putri itu diberi nama dangan nama – nama warna. Putri sulung bernama Putri Jambon. Adik – adiknya diberi nama Putri Jingga, Putri Nila, Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, dan Putri Kuning. Namun karena sangatlah ribet Raja tidak bisa untuk mendidik anak – anaknya. Putri – putri Raja jadi manja dan nakal, keciali Putri Kuning. Ia selalu riang dan tersenyum ramah pada siapa juga.
Disuatu hari, Raja bakal pergi jauh. Ia mengumpulkan seluruhnya putri – putrinya. “ Saya bakal pergi jauh dan lama. Oleh – oleh apakah yang kalian kehendaki? ” kemukakan pertanyaan Raja.
Sembilan anak Raja meminta hadiah yang mahal – mahal pada ayah handa mereka. Namun, lain tentang dengan Putri Kuning.
“ Ayah, saya hanya ingin ayah kembali dengan selamat, ” katanya.
Kakak – kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.
“ Anakku, sungguh baik perkataanmu. Pastinya saya akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu, ” kata Raja. Tak lama kemudian, Raja juga pergi.
Selama Raja pergi, sebagian putri semakin nakal dan malas. Mereka sering menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena ribet menuruti hasrat sebagian putri yang rewel itu, pelayan tak pernah bersihkan taman istana. Putri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman yakni tempat yang paling disayangi ayahnya. Tidak ada ragu, Putri Kuning mengambil sapu dan mulai bersihkan taman itu.
Kakak – kakak Putri Kuning yang saksikan adiknya menyapu, tertawa keras – keras
“ Saksikan kelihatannya kita memiliki pelayan baru, ” kata seorang satu diantaranya.
“ Kalian ini sungguh keterlaluan. Harusnya ayah tak perlu membawakan apa – apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja! ” kata Putri Kuning dengan berang. Pertikaian itu jalan setiap harinya, sampai ayah mereka pulang. Kerika Raja tiba di istana, kesembilan putrinya bermain di danau, sebentar Putri Kuning tengah merangkai bunga diteras istana. Tahu hal sejenis ini, Raja jadi sangat sedih.
“ Anakku yang rajin dan baik budi, ayahmu tidak bisa memberiapa – apa kecuali kalung
 batu hijau ini. Bukankah warna kuning kesayanganmu? ” kata Raja.
 “ Sudahlah, ayah, tak mengapa. Batu hijau juga cantik! Saksikan, pas benar dengan bajuku yang berwarna kuning, ” kata Putri Kuning dengan lembut, “ Yang paling utama ayah sudah kembali. Akan ku buatkan teh hangat untuk ayah, ” ucapnya lagi.
Besok harinya, Putri Hijau saksikan Putri Kuning memakai kalung barunya. “ Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Harusnya kalung ini jadi milikku karena saya yakni Putri Hijau! ” katanya dengan perasaan iri.
“ Ayah memberikannya kepadaku, tidaklah kepadamu, ” sahut Putri Kuning.
Mendengar itu Putri Hijau juga berang. Ia selekasnya mecari saudara – saudaranya dan menghasut mereka. Tak lama kemudian, Putri Kuning terlihat. Kakak – kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tat disangka, pukulan ini menyebabkan Putri Kuning tak ada.
“ Astaga! Kita harus menguburnya! ” seru Putri Jingga.
Mereka beramai – ramai membawa Putri Kuning, lalu menguburnya di taman istana. Putri Hijau ikut mengubur kalung batu hijau karena ia tak menginginkannya lagi.
Waktu Raja mencari Putri Kuning, tak ada yang tahu kemana putri itu pergi. Kakak – kakaknya juga diam seribu bhs. Raja sangat berang. Ia memerintahkan sebagian pengawal untuk mencari Putri Kuning. Pastinya tak ada yang menemukannya. Berhari – hari, berminggu – minggu, berbulan – bln., tak ada yang menemukaan Putri Kuning.
Sehari, tumbuhlah satu tanaman diatas makam Putri Kuning. Raja heran melihatnya.
Tanaman apakah ini? Batang seperti jubah putri, daunnya bulat bersinar seperti kalung batu hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkan Putri Kuning.
Sejak mulai itu lah bunga kemuning beroleh namanya. Bahkan, bunganya itu digunakan untuk mengharumkan rambut. Kulit kayunya di buat orang jadi bedak. Setelah mati juga, Putri Kuning tetap masih berikanlah kebaikan.
source:
hadiah untuk valentine Jakarta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar