Senin, 04 Januari 2016

Jangan lagi Memetik Edelweis

Awal saya kenali dunia pendakian, edelweis jadi satu di antara maksud. Cerita tentang keindahannya buat hati penasaran.

Pendakian pertama saya yakni Gunung Merbabu lewat jalur Thekelan. Saat itu saya tak berhasil dapatkan setangkaipun edelweis.

Saya mujur tak menemukannya saat itu, karena apabila saya menemukannya pasti sudah saya petik beberapa bundel buat saya bawa pulang. Satu kebodohan pendaki pemula.

Setelah demikian kali pendakian dan memantau grup sebagian pendaki di facebook, saya merasa tersentil.

Memetik edelweis yakni satu di antara hal terbodoh yang diakukan sebagian pendaki.

Satu saat keindahannya hanya jadi mitos

‘Ini Nak, foto ayah dulu saat mendaki gunung ini, pemandangannya sangat bagus, ’ si ayah membongkar album lama.

‘Wah, bunga-bunganya bagus Yah, saya mau saksikan selekasnya, ’ dengan mata berbinar si anak memohon pada ayahnya.

‘Maaf Nak, bunga ini sudah tidak ada, sudah lama punah, ’ si Ayah menjelaskan dengan nada menyesal.

‘Ah Ayah bohong, beberapa jangan sampai pernah pernah bunga-bunga di foto itu cuma editan? ’ si Anak merajuk.

Satu dialog yangberjalan di hari depan apabila kebodohan memetik edelweis senantiasa berlanjut.

Bunga edelweis sekarang ini termasuk bunga yang dilindungi karena populasinya yang semakin alami penurunan.

Saat mendaki Gunung Sumbing pada 2008 lalu bersamaan seorang kawan, saya dengan mudah dapatkan rimbunan edelweis. Berdaun panjang, tipis dan berbulu lebat. Segi tengahnya berwarna oranye dengan kepala bunganya sama aster.

Saksikan rimbunan edelweis di ketinggian seperti itu, ditemani sejuknya angin gunung cukup menentramkan hati.

Kawan saya ini kembali mendaki Gunung Sumbing beberapa minggu lalu. Sepulang dari sana dia bercerita, bunga edelweis di Sumbing tak serimbun dulu.

Bahkan saat turun gunung, dia memergoki 3 orang pendaki dengan slayer betuliskan satu di antara universitas popular di Indonesia membawa beberapa bundel bunga edelweis. Dia pernah menegur dan berdebat dengan ketiga pendaki. Pembicaraan mereka selesai setelah dilerai beberapa warga lokal yang kebetulan lewat.

Saya sedih mendengarnya. Mendengar narasi sebagian “pecinta alam” yg tidak bakal “mencintai alam”.

Bunga edelweis hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Hanya sedikit orang yang dapat membudidayakannya. Apabila terus menerus dipetik, tidaklah mustahil saja dia akan benar-benar punah.

Mujur, saat saya ke Dataran Tinggi Dieng bln. lalu, sesungguhnya sudah banyak petani lokal yang membudidayakan bunga edelweis ini. Mereka menanamnya pada ketinggian 1000 mdpl di tanah liat berkapur. Sebagian petani ini sehari-hari hanya tinggal dikampung dan bertani.

Sebagian petani ini sehari-hari hanya tinggal dikampung dan bertani. Namun “orang-orang kampung” ini lebih tahu langkah buat perlindungan kelestarian alam dibanding sebagian himpunan “orang kota” yang mengaku berpendidikan.
source:
Toko Bunga Murah Ancol Jakarta Utara 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar