Rabu, 04 November 2015

Impian Seribu Mawar

“Suatu hari di lagi tahunmu saya akan tiba, memberimu seribu bunga mawar, kupenuhi ia dengan impian-impian kita perihal dunia yang kita damba. Jangan sempat pernah pernah pernah lupakan saya, sahabatku! Tetaplah memiliki mimpi perihal beberapa hal indah. Pandanglah dunia lewat langkah tidak sama, langkah yang cuma dipahami oleh kita berdua. Bukalah senantiasa pintu hatimu! Bangunlah senantiasa mimpi walaupun saya tidak ada di sampingmu lagi. Dengan memiliki mimpi, saya senantiasa ada di hatimu”

Lagi sehari berlalu tanpamu di sisiku. Sebaris kalimat perpisahan yang kau catat di buku tulisku telah kupatri bukan hanya dalam satu pigura yang terpajang rapi diatas meja belajarku, tetapi penuhi semuanya ingatan indah dalam hatiku.

Teringat saat-saat kau mengajakku menerawang khayal seperti di surga. Dunia itu luas, serta kita yaitu bagiannya. Semasing pohon yang kita panjat, semasing jengkal tanah yang kita pijak serta semasing langit yang kita saksikan, disanalah mimpi-mimpi kita bersemayam. Kau buat jadi bunga mawar yang kita petik juga sebagai mahkota di kepalaku, kusematkan cincin dari ilalang yang kujalin indah di jarimu serta kita senantiasa mengukir waktu terindah dirumah pohon itu, istana kita, tempat saya melukis serta kau bercerita.

Serta kuukir seluruhnya saat itu itu dalam seluruhnya karya-karyaku. Beberapa ratus lukisan sudah kubagi pada dunia. Perihal harapan, perihal cinta, perihal yang dimimpikan serta perihal kehidupan. Sharing dalam keindahan yang dahulu senantiasa kau anggap juga sebagai hadiah paling baik dariku setiap saat saya memberimu satu lukisan baru.

Kuhela napas berat mengingat masa-masa itu. Kau pergi terlampau lama, sahabatku. Bahkan juga rimba kecil itu telah capek menunggumu. Ia sudah bertukar susunan rumah-rumah yang berpagar tinggi. Telah lama juga rumah pohon itu sudah diruntuhkan Ayah lantaran tidak tega melihatku menangisi kepergianmu. Cuma barisan kalimat itu peneguh keyakinanku, kau pasti kembali.

Besok lagi th. ke-2 puluh sembilan th., bermakna telah genap tujuh belas th. kita berpisah. Satu hari sesudah lagi tahunku, kau geser meninggalkan negara ini berbarengan semuanya keluargamu. Demikian mendadak, demikian terburu-buru. Saya hampir tidak yakini saat Ibu memberitahuku perihal kepindahanmu. Bahkan juga sampai sekarang ini, saya senantiasa bertanya-tanya mengapa ini dapat jalan?

Semilir angin membisikkan telingaku, mengingatkan saat yang sudah lama melalui. Malam sudah demikian larut, tetapi susah sekali kupejamkan mataku. Tidak pernah kulewatkan malam seperti ini, kehendaki besok kau betul-betul datang. Cuma satu kesempatan ini saya rasakan hasrat yang demikian besar lantaran rindu telah tidak bisa lagi bertahan. 1/2 berbisik kupanjatkan doa, “Ya Tuhan, kumohon izinkanlah saya bersua dengannya. ” Serta saya berbaring dalam mata menerawang, kehendaki sekurang-kurangnya kesempatan ini kau datang dalam mimpi pengisi bunga tidurku.

***

Hari pertama minggu ke-2 Februari 2012, kugoreskan gambar bentuk hati di tanggal 13. Meskipun tidak pernah lagi ada pesta di rumahku, namun nyaris semasing th. senantiasa ada hadiah dari Ayah serta Ibu untukku. Walaupun cuma pengucapan selamat serta peluk cium mereka, bagiku itu keindahan lagi th. sebenarnya.

Benar saja, mereka menyambutku penuh cinta waktu saya keluar dari kamar. Satu kue tart serta dua buah hadiah menantiku di meja makan. Dengan penuh rasa terima kasih, kuucapkan terima kasih pada Ayah serta Ibu. Saya tak dapat menggambarkan sekian beruntungnya saya terlahir jadi putri mereka. Ditemani mereka berdua, kuhabiskan sarapan pagiku dengan hati sukai.

“Rasa-rasanya Ibu tidak pernah menanam bunga mawar sebagian itu, ” tutur Ibu bingung waktu dia saksikan ke luar jendela rumah kami. Saya serta Ayah keduanya sama bertatapan. Kamipun berhamburan turut saksikan ke luar jendela.

Mulutku ternganga tidak yakini, sebaris pot bunga mawar sudah berdiri di pagar rumah kami. Bunga-bunga mawar berbagai warna, mekar penuh menyongsong mataku. Penuh semangat, saya lari keluar rumah disusul ke-2 orang-tua. Memandangi pot-pot bunga itu dengan kebingungan. Dari tempat mana datangnya bunga-bunga itu?

Seorang berdiri diantara bunga-bunga itu, membawa seikat bunga mawar dalam buket indah. Dia, apakah dia? Diakah yang membawa seluruhnya surprise ini? Kutelusuri dianya yang tersenyum padaku. Muka itu, muka yang dahulu bulat tetapi penuh kemauan saat ini sudah jadi muka seseorang pria dengan kematangan dengan sorot yang sama dengan juga juga juga juga dahulu. Tingginya menjulang, melebihi diriku namun otot-otot yang mengencang dibalik baju biru itu seolah mengingatkanku perihal kesukaannya pada alam. Serta senyum yang senantiasa menghiasi mimpi-mimpiku, bangun rasa penasaranku, sebenarnya tidaklah lagi senyuman hangat seperti yang kukenang, senyuman itu melempar bara dalam hatiku, bangun percikan api yang memancar serta meninggalkan rona panas di wajahku.

Kututup mulut dengan ke-2 tanganku, airmata haru sudah berloncatan keluar seolah tak dapat terbendung lagi. Dia, dia disini, membawa seribu bunga yang dia janjikan untukku. Ia ada disini merengkuh kembali harapanku yang pernah hilang. Ia berdiri menjulang mengukir kembali saat itu yang pernah pupus lantaran keputusasaan.

“Selamat lagi th., Febriana, ” bisiknya mendekatiku serta saya seperti melayang, memeluknya tidak yakini. Dialah hadiah terbaikku. Sepintas pagi itu, kulihat sebaris pelangi indah membayang di langit yang biru. Sebiru hatiku waktu itu lantaran semuanya impianku terwujud. Dia, lelaki bernama Malik, dengan seribu mawar serta cintanya sudah kembali.
source:
Toko Bunga Bekasi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar