Senin, 01 Februari 2016

"Rangkaian Bunga Akan Layu kalau Anak Gadis Tak Perawan Lagi"

“Kalau anak perawan itu tidak gadis lagi, jadi rangkaian bunganya akan layu, ” sekian kata Raidi Bin Papung, Kepala Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, didalam persiapan rutinitas Ngarot.

Deretan kata itu yakni mitos leluhur yang sampai hari ini masih tetap dipertahankan. Bukan hanya mitos, kalimat itu senantiasa dilestarikan lantaran memiliki banyak nilai dan makna untuk kehidupan beberapa orang, terlebih generasi group muda-mudi.

Raidi mengemukakan, mitos itu bertindak sebagai pencegah agar generasi penerus bangsa, terlebih keturunan Desa Lelea, senantiasa buat perlindungan budi pekerti, termasuk kesucian dan kebersihan.

“ (Mitos) itu bagus sebagai rem, agar anak-anak jangan sampai berbuat yang sebagian tidak. Itu nilai positif, dan menghindar anak untuk tidak berbuat sebagian tipe, ” katanya lebih dulu mengadakan upacara.

Dalam rutinitas Ngarot, sebagian gadis desa sejak mulai pagi didandani ke-2 orang-tua maupun tetangganya. Mereka menggunakan sebagian bunga yang dirangkai jadi mahkota.

Beberapa bunga yang digunakan, salah satunya kenanga, melati, mawar, sunduk, dan bunga pandan.

“Selain wangi, semuanya bunga mempunyai kandungan makna kesucian dan kebersihan, ” kata pria yang sudah menjabat sebagai kepala desa selama empat th. itu.

Kecuali mahkota bunga, sebagian gadis ini bisa dihias pakaian khusus, yakni kebaya, selendang, kain, perhiasan kalung, gelang, dan cincin. Sang perjaka juga mengenakan seragam khas, yakni sepasang pakaian komboran berwarna hitam, lengkap dengan iket kepala lembaran.

Tak lama ikut serta pembicaraan, Raidi bergegas melanjutkan persiapan upacara dengan ikuti aba-aba yang dibacakan Suparno (59), seorang Pamong Budaya Kecamatan Lelea, dari Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Indramayu.

Dengan pengeras suara, Suparno mengemukakan sederet makna sebagai urutan barisan dalam kirab Ngarot. Barisan pertama di isi oleh Kuwu dan Kuwu Biang (istri kuwu), diikuti Ewena Pamong (istri-istri pamong atau perangkats desa), Cuwene Ngarot (pengantin Ngarot wanita), Jidur (kesenian tradisional berupa jidur, terompet, gitar, krecek, dan yang lain), Pamong Laki (perangkat desa lelaki), Bujang Ngarot (pengantin pria ngarot), Reog (kesenian reog), Lembaga Desa (LPM/BPD/dan yang lain), dan disudahi kesenian genjring.

“Iring-iringan ini diberi nama kirab Ngarot. Mereka berkeliling Desa Lelea, berputar di semasing titik perbatasan desa, dan usai di kantor balai desa Lelea. Di sini lah, kami mengadakan upacara Ngarot, yakni pemerintah dan sesepuh desa menitipkan pada sebagian pengantin gadis dan perjaka, bibit padi unggulan, air, pupuk, pacul, dan sebagian peralatan pertanian yang lain, ” katanya di sela aktivitas.

Pemberian perangkat pertanian ini sebagai simbol usaha untuk melestarikan rutinitas yang sudah dilahirkan lewat langkah turun temurun. Sebagian gadis dan perjaka ini dikehendaki dapat meneruskan, dan menggunakan tanah Kasinoman seluas sekitar 2, 6 hektar peninggalan Ki Buyut Kapol, pendiri desa setempat sekitar th. 1600-an.

“Upacara tradisional beberapa orang Lelea mendekati musim tanam itu yang diperuntukkan Ngarot. Bahkan hasil bumi dari system pertanian di tanah Kasinoman itu, akan digunakan kembali untuk rutinitas Ngarot dari th. ke th., ” katanya.

Tak jauh dari rumah kepala desa, sejak mulai pagi hari, Sutami (45), warga Desa Lelea, sudah terlihat ribet merias dua orang gadis, Umiyati (18) dan Salsa Nirmala (12).

Walaupun tidaklah sanak keluarga, Sutami dengan sukai hati buat mahkota bunga di dua kepala gadis itu. Bukan hanya th. ini, ia setia merias sebagian gadis tetangganya, dari th. ke th..

“Saya pernah jadi pengantin Ngarot, waktu usia 13 th.. Saat itu, setelah kirab, rombongan Ngarot selekasnya menuju sawah peninggalan. Sebagian pengantin pria memacul tanah, dan sebagian pengantin gadis selekasnya menyemai bibit padi, ” kenangnya.

Bukan hanya itu, Sutami juga menceritakan sebagian perbedaan upacara ngarot yang lain. Dahulu, semuanya bunga yang digunakan untuk mahkota asli. Tetapi sejak mulai sekitar 20 th. lalu, sebagian bunga lainya yakni buatan dari kertas.

Walaupun itu, Sutami serta warga setempat mengaku akan berupaya senantiasa melestarikan rutinitas Ngarot hingga anak cucunya.
source:
Hadiah Valentine Day Jakarta 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar